manhaj ahlussunnah wal jama'ah

MANHAJ AHLUSSUNNAH

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد،
            Makalah ini membahas tentang pengertian manhaj, istilah ahlus sunnah, dan dasar landasan Ahlus Sunnah. Kami paparkan pembahasan ini dengan menyebutkan point-point :

A.      Pengertian Manhaj
            -Secara bahasa (Etimologi): ada tiga kata    نَهْجٌ - مَنْهَجٌ - مِنهَاجٌ(Minhaaj-Manhaj-Nahjun) yang bermakna و هو الطريق الواضح المستقيم    (jalan yang jelas dan lurus).
            Abdullah bin Abbas berkata: “Tidaklah Rosulullah Shalallohu alaihi wasallam wafat sampai beliau meninggalkan kalian di atas  طريق ناهجة  Thoriq Nahijah.” Yaitu jalan yang jelas dan terang”. Maka dari itu Allah berfirman: “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.“ (Al Maidah:48).
Lihat pembahasan ini dalam Lisanul Arob (2/383)
            -Secara istilah (Terminologi) kalimat manhaj adalah suatu istilah baru yang muncul pada ulama-ulama mutaakhirin (belakangan). Mereka memaksudkan makna istilah manhaj adalah metode dalam mengubah dan mengingkari kemungkaran, atau metode dalam bermuamalah dengan orang-orang yang menyelisihi.
B.       Pengertian Ahlus Sunnah
            Ahlus Sunnah adalah kelompok yang selamat di dunia dari bid’ah-bid’ah dan di akhirat dari adzab neraka. Mereka adalah kelompok selamat yang disebutkan dalam hadist  Auf bin Malik yang mashur.
Auf bin Malik berkata: Rasulullah bersabda: ”Yahudi berpecah belah menjadi 71 golongan, yang satu di surga sedang 70 lainnya di neraka. Kaum nasoro berpecah belah menjadi 72 golongan, 71 golongan di neraka, 1 golongan di surga. Demi zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, umat ini ( umat islam ) akan pecah menjadi 73 golongan, satu di surga, 72 di neraka.” Beliau ditanya, ”siapa golongan yang selamat itu?” Beliau berkata: ”Al-Jama’ah”.  (HR. Ibnu Majah no.3922, dan lainnya. Hadits ini dihasankan oleh Syekh Salim bin ‘ied al hilali dalam kitab Bashoir Dzawi Sarf : 92                                                                   
Di riwayat yang lain dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rosulullah Shalallohu alaihi wasallam menjawab    (ما أنا عليه اليوم و أصحابي ):” Yaitu golongan yang berpegang teguh dengan apa yang saya dan sahabatku lakukan.” (HR. Tirmidzi no.2641,dan lainnya dengan sanad yang hasan. Lihat Bashoir :74)
            Di dalam bab ini terdapat 6 poin masalah yang sangat penting :
1.      Mengapa dinamakan Ahlussunnah wal Jama’ah?
            Syekhul Islam berkata,” Mereka dinamakan demikian karena penisbatan diri mereka terhadap sunah , perealisasian mereka dengannya dan perkumpulan mereka di atasnya. Maka tidak ada sunnah melainkan dengan jama’ah, dan tidak ada jama’ah tanpa ada sunnah.” (Istiqamah:1/42)
2.      Apa sifat yang paling menonjol bagi Ahlussnunnah?
            Sifat mereka yang paling menonjol ada 2 sifat sebagaimana disebutkan dalam dua riwayat hadist di atas, yaitu:
1)      Sabda Beliau ( ما أنا عليه اليوم و أصحابي ): diantara sifat Ahlus Sunnah adalah mereka selalu mengembalikan pemahaman agama islam kepada Al Qur’an dan Sunnah berdasarkan pemahaman-pemahaman ulama salaf dari kalangan Sahabat, Tabi’in dan Ulama’ setelahnya.
2)      Sabda Beliau ( الجماعة ):  Ahlus Sunnah senantiasa menyerukan kepada persatuan kaum muslimin, serta menganjurkan mereka untuk selalu membantu dan bergotong royong dalam mewujudkan kebaikan dan ketaqwaan. Dan Ahlus Sunnah selalu meminimalisir perpecahan dan sebab-sebab yang menjurus kepada perpecahan.
3.      Siapa yang pertama kali mencetuskan nama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah?
            Sebagian para ulama menyebutkan bahwa orang yang pertama kali dalam menggunakan istilah ini adalah Ibnu Abbas sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Lalika’i ketika menafsirkan surat ali ‘imron: 106-107
106.  Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".(Ali ‘Imron: 106)
Abdullah Bin Abbas berkata: ”Sedangkan orang yang mukanya putih berseri adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan Ahli Ilmu, sedangkan orang yang mukanya hitam kelam adalah Ahlu Bid’ah dan pengibar kesesatan.” Tetapi riwayat ini dhoif dan tidak bisa dijadikan hujah.
            Maka yang rojih –wallahu ‘alam- bahwa orang  pertama kali dalam menggunakan istilah ini adalah Imam Muhammad bin Sirrin yang mana beliau termasuk ulama’ tabi’in, sebagaimana perkataan beliau diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam muqadimah kitab shohihnya. Ibnu Sirrin berkata: “Dahulu para ulama tidak pernah menanyakan tentang sanad (tali rantai para perawi hadist), tetapi setelah terjadi fitnah (pembunuhan Ustman bin affan) mereka bertanya: siapa rowi-rowi kalian?. Jika rowi hadist termasuk Ahlussunnah maka diterima hadistnya, jika dari ahli bid’ah maka ditolak hadistnya.”
            Kemudian ulama-ulama setelah beliau berbondong-bondong dalam menggunakan istilah ini. Seperti Ayyub As-Syikhtiyani ( 68-121H), Sufyan Ats Tsauri (wafat 161H), Fudhil bin Iyadh (wafat 161H), Imam Ahmad (161-241H), dan ulama’ yang lainnya.
4.      Nama-nama lain dari Ahlus Sunnah?
Ahlus Sunnah memiliki penamaan yang lain, diantaranya:
1)      At-Thoifah Al-Manshuroh (Golongan yang tertolong)
2)      Ahlul Hadist
3)      Al-Ghuroba (kelompok yang asing)
4)      Al-Firqotun Najiyah (kelompok yang selamat)
5)      As-Sawadul A’dhom (golongan yang banyak)
6)      Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
7)      As-Salafiyun (As-Salafus Sholih)

5.      Apa yang dimaksud Salaf dan Salafi?
6.      a. Salaf.
         Salaf secara bahasa adalah orang yang telah mendahului entah dalam ilmu, iman, atau keutamaan. Sebagaimana dikatakan oleh ibnu mandzur: “Salaf adalah orang yang telah mendahuluimu dari bapak-bapak dan karib kerabatmu, yang mana mereka di atasmu dari segi umur dan keutamaan. maka dari itu generasi pertama umat ini dari kalangan Sahabat dan Tabi’in dinamakan Salafus Sholih. (Lihat Lisanul Arob: 9/159)
            Demikian juga Rasulullah berkata kepada anaknya Fatimah: “Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu adalah saya.” (HR Muslim: 2450)
            -Salaf secara istilah adalah suatu sifat atau penamaan yang dikhususkan kepada para sahabat jika diitlaqkan, dan terkadang juga digunakan untuk ulama dari kalangan tabi’in dan setelahnya yang mengikuti mereka (sahabat) dengan baik. Mereka adalah generasi yang sudah mendapat rekomendasi langsung dari Allah dan Rasul-Nya akan kebaikan mereka.
Allah berfirman: “ Orang- orang yang terdahulu lagi pertama masuk islam di antara orang-orang muhajirin dan anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At Taubah:100)
Rasulullah Shalallohu alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.” (HR. Bukhori Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
b. Salafi
            - Salafi adalah orang yang menisbatkan dirinya kepada Salafus Sholih, yaitu orang yang beragama dan memahami Al-Qur’an dan Sunnah dengan kembali kepada pemahaman generasi salaf dari kalangan sahabat, tabi’in, dan ulama-ulama yang mengikuti mereka.
            Para ulama zaman dahulu sering menggunakan istilah salaf dan salafi. Di antaranya adalah:
1)      Iman Bukhori berkata: Rosyid bin Sa’ad berkata: “para salaf menyukai kuda yang perkasa karena lebih cepat dan kuat.”
Ibnu Hajar menyebutkan bahwa kalimat salaf yang dimaksud oleh Rosyid adalah para sahabat, karena Rosyid bin Sa’ad adalah seorang tabi’in maka salaf  baginya adalah para sahabat. Lihat perkataan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari : (6/66)
2)      Imam Abdullah bin Mubarak berkata di hadapan para manusia: “Tinggalkanlah hadist Amr bin Tsabit karena dia mencela salaf.” (Muqodimah Muslim:16)
Yaitu mencela para sahabat.
3)       Imam Bukhori berkata: imam Az-Zuhri berkata tentang tulang binatang yang sudah mati, seperti gajah, dan lainnya: “Saya mendapatkan sekelompok manusia dari Ulama-ulama Salaf mereka bersisir dengan tulang itu, dan memakai minyak darinya. Mereka melihat ini suatu yang dibolehkan. (Fathul Bari: 1/342)
Ulama salaf yang beliau maksud adalah sahabat karena Az-Zuhri adalah seorang tabi’in.
4)      Imam Al-Auza’i berkata: “Sabarkanlah dirimu di atas sunnah, bersikaplah sebagaimana Salafus Sholih bersikap. Katakanlah apa yang telah mereka katakan. Bersikaplah sebagaimana mereka bersikap. Dan tempuhlah jalan Salafus Sholih kalian.” (As Syariah:58)
5)      Imam Dzahabi ketika menyebutkan biografi imam Ad-Daruqutni, beliau ( Ad-Daruqutni) berkata: “TIdak ada sesuatau yang paling saya benci kecuali ilmu kalam (filsafat).”
Maka Imam Dzahabi ketika mengomentari perkataaan diatas berkata: ”Sungguh beliau (Daruqutni) tidak pernah masuk dalam ilmu kalam dan ilmu debat, bahkan beliau adalah seorang salafi.” (siyar a‘lamun nubala’: 16/457)

Dari sebagian nukilan perkatan para ulama ini, kita mengetahui bahwa penggunaan istilah salaf dan salafi merupakan istilah para ulama dahulu yang dibolehkan.
Syeikhul Islam berkata,” Dan tidak tercela orang yang menampakan aqidah salaf, dan menisbatkan diri kepadanya (menggunakan kata salafi), serta bangga dengannya. Bahkan wajib menerimanya secara ijma’, karena aqidah salaf tidak lain kecuali kebenaran.” (Majmu’ Fatawa: 4/149)
7.      Apakah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah aqidah Asya’iroh?
            Banyak orang mengatakan bahwa Ahlus Sunnah adalah orang yang beraqidah Asya’iroh. Maka kita katakan: Asya’iroh adalah kelompok yang menyimpang dari aqidah Ahlus Sunnah. Kelompok Asya’iroh ini menisbatkan dirinya kepada pendirinya yaitu imam Abul Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq Al Asy’ari yang silsilah beliau sampai kepada seorang sahabat mulia Abu musa Al Asy’ari.
Abul Hasan lahir pada tahun 260 H di Basroh. Bapak beliau adalah salah seorang ahli hadist yang beraqidah ahlus sunnah, dan Bapak beliau meninggal saat beliau masih kecil. Sebelum meninggal, bapak beliau mewasiatkan kepada sahabatnya  Zakariya bin Yahya As Saji yang merupakan ulama besar ahli hadist dan fiqh pada zamannya untuk mendidik anaknya. Kemudian setelah bapak beliau meninggal, ibu beliau menikah lagi dengan Abu Ali Muhammad Al Juba’i yang merupakan tokoh ulama kelompok Mu’tazilah. 
Sedangkan Mu’tazilah, maka ini adalah kelompok menyimpang dari aqidah Ahlussunah, yang mana diantara aqidah mereka yang menyimpang adalah menolak semua sifat-sifat Allah. Maka setelah ibunya menikah dengan Al-Juba’i, maka Imam Abul Hasan diasuh oleh bapak tirinya, dan belajarlah beliau aqidah Mu’tazilah kepada bapak tirinya ini sampai beliau menjadi tokoh ulama Mu’tazilah yang paling kuat di zamannya. Ini adalah fase aqidah pertama dari perjalanan hidup beliau.
            Fase aqidah beliau yang kedua adalah ketika beliau bertemu dengan Abdullah bin Kulab yang beraqidah Kulabiyah yaitu aqidah pertengahan antara mu’tazilah dan Ahlussunnah. Dan terjadi perdebatan antara Abul Hasan dengan Ibnu Kullab, sehingga Abul Hasan kalah dan mulai ragu serta bimbang dengan aqidah Mu’tazilah. Maka setelah itu imam Abul Hasan mengikuti thoriqoh (jalan) Ibnu Kullab dan menetapkan tuju (7) sifat saja bagi Allah, yaitu Hayat (Hidup), Ilmu (Mengetahui), I’rodah (Keinginan), Sam’un (Pendengaran), Bashor (Penglihatan), dan Kalam (Berbicara). Sedangkan sifat-sifat lain yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunah maka beliau tolak karena tidak sesuai dengan aqal.  Fase ini dikenal dengan aqidah Asya’iroh.
            Fase aqidah ketiga beliau yaitu kembalinya beliau kepada aqidah Salafus Sholih Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Yaitu ketika beliau ragu dengan aqidah Asya’iraoh karena saling kontradiksi (bertolak belakang), maka beliau kembali kepada Al-Qur’an dan Sunah dengan pemahaman Salafus Sholeh. Pada fase ini beliau menulis beberapa kitab seperti kitab Al Ibanah ‘An Ushulid Diyanah, Risalah ‘Ila Ahli Tsaghr, Maqolatul Islamiyin. Tetapi banyak manusia yang mengingkari Fase ketiga ini yaitu mengingkari bahwa imam Abul Hasan taubat dari aqidah Asya’iroh yang beliau cetuskan sendiri. Tetapi kenyataan merupakan bukti bantahan mereka.

Setelah kita mengetahui sejarah singkat imam Abul Hasan Al Asy’ari ini,  maka orang yang mengatakan bahwa Ahlus Sunnah adalah aqidah Asya’iroh merupakan dakwahan salah yang tidak ada buktinya. Hal ini bisa dilihat dari beberapa sisi:
1)      Bahwa imam Abul Hasan Al Asy’ari termasuk orang mutaakhir (belakangan) yang hidup pada tahun 260-324 H, yang mana sebelum beliau dilahirkan aqidah Ahlus Sunnah sudah ada. Bahkan ulama-ulama sebelum beliau sudah menggunakan istilah  Ahlus Sunnah dan memperkokoh aqidah ini dalam membantah aqidah bid’ah yang menyimpang dari kebenaran.
2)      Telah diketahui bagi orang yang belajar kitab-kitab aqidah para ulama bahwa aqidah Asya’iroh menyelisihi aqidah Ahlus Sunnah dan aqidah para sahabat, tabi’in, dan setelah mereka dalam bab sifat Allah, Taqdir, dan lain-lain.
3)      Imam Abul Hasan Al Asy’ari dahulunya adalah seorang Mu’tazilah, yang mana sebelum beliau lahir sudah muncul perdebatan besar antara Ahlus Sunnah dengan Mu’tazilah. Ini menunjukan bahwa Ahlus Sunnah sudah ada sebelum lahirnya Imam Abul Hasan Al Asy’ari.
4)      Setelah melihat perdebatan yang sengit antara Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan Mu’tazilah, Imam Abul Hasan Al Asy’ari mencetuskan aqidah  Asya’iroh yang bertujuan untuk menengahi dan menyudahi perdebatan ini. Maka pada berbagai masalah, Asya’iroh adalah aqidah yang merupakan buah gabungan dan penengah antara Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan Aqidah Mu’tazilah seperti aqidah kulabiyah yang diikuti oleh Imam Abul Hasan.
5)      Imam Abul Hasan Al Asy’ari sendiri bertaubat di akhir hayatnya dari aqidah Asya’iroh dan kembali kepada aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
C.      Pengertian Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Manhaj Salaf)
            Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah ijma’ Ulama Salaf atau perkara yang sudah mutawatir dari mereka.
            Syeikh Albani berkata: Peninggalan-peninggalan salaf jika bukan suatu yang mutawatir dan banyak, maka tidak layak jika perbuatan dari sebagian salaf dijadikan manhaj. Amalan perorangan mereka tidak boleh dijadikan manhaj.”
(dari kaset Al Bid’ah wal Mubtadi’ah sisi yang pertama. Lihat juga kitab Al Burhan Fi Baro’atis Salafi’in ‘an Safhil Ghulam Wa Tasfihis Sufaha’:30, Karya Muhammad Iwad Al Qurosyi.)
            Dari perkataan Syaikh Albani ini bisa diambil faedah bahwa masalah yang menjadi silang pendapat antara ulama atau masalah yang cuma diucapkan oleh sebagian ulama tidak bisa dijadikan manhaj salaf, sampai ucapan itu menjadi sebuah ijma’ yang sudah mutawatir dari mereka semua.
           
            Pada pembahasan ini ada 2 poin yang penting. Yaitu:
1.      Apakah manhaj yang benar memiliki pengaruh di akhirat?
            Syeikh Fauzan pernah ditanya dengan pertanyaan: ”Apakah benarnya manhaj bisa berpengaruh untuk masuk ke surga atau neraka?
            Maka beliau menjawab,“Benar, jika manhajnya benar maka orangnya akan menjadi penghuni surga. Jika seorang berada pada manhaj Rasulullah Shalallohu alaihi wasallam dan manhaj Salafus Shalih, maka ia akan menjadi penduduk surga dengan izin Allah. Tetapi jika ia meniti manhaj orang-orang yang sesat, maka ia akan diancam dengan api neraka.” (Al Ajwibah Al Mufidah: 132-133 soal ke 47)
2.      Apakah hukum orang yang menyelisihi manhaj yang benar?
            Syeikh Fauzan pernah ditanya dengan pertanyaan: “apakah kelompok-kelompok ini (yang ada pada abad ini) masuk ke dalam 72 golongan yang binasa (sebagaimana disebutkan dalam hadist)?
            Beliau menjawab,“Benar, semua orang yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari orang-orang yang menisbatkan kepada islam, baik penyelisihannya dalam dakwah, Aqidah atau sebagian dari usul (pondasi) keimanan, maka orang ini masuk dalam 72 golongan dan akan mendapatkan adzab. Dan ia akan mendapatkan adzab dan hukuman sesuai dengan kadar penyelisihannya.” (Al Ajwibah Al Mufidah: 36 soal ke 12)
            Beliau juga ditanya: “Orang yang menyelisihi Firqoh An Najiyah Thoifah Al Manshuroh (Ahlus Sunnah) dalam masalah wala’ (loyalitas) dan baro’ (kebencian), atau dalam masalah taat dan patuh kepada penguasa yang baik maupun yang fajir selama tidak memerintahkan kepada yang maksiat, apakah orang ini keluar dari golongan Ahlus Sunnah walaupun aqidah dia sesuai dengan Ahlus Sunnah dalam masalah yang lain?
            Beliau menjawab, ”Benar, jika dia menyelisihi Ahlus Sunnah dalam suatu masalah dan sesuai dengan ahlusunah dalam masalah yang lain, maka dia bukan Ahlus Sunnah  dalam masalah yang dia selisihi, dan dia termasuk Ahlus Sunnah dalam masalah yang dia sepakati. Dan orang ini berada dalam bahaya yang besar, dan dia masuk dalam ancaman hadist كلهم فى النار “semuanya dalam neraka”. Dan terkadang dia masuk dalam neraka disebabkan penyelisihannya tersebut. Walaupun dia hanya menyelisihi satu masalah saja dalam aqidah.
            Karena sabda beliau  كلهم فى النار  “semuanya dalam neraka”, bukanlah bermakna bahwa semuanya kafir dan kekal dalam neraka, tetapi yang benar dia akan masuk ke dalam neraka sesuai dengan kadar penyelisihannya. Karena penyelisihan terhadap aqidah Ahlus Sunnah terkadang bisa mengeluarkan dari keislaman dan terkadang tidak mengeluarkan dari agama.” (Al Ajwibah: 129 Soal ke 42)


D.      Rujukan manhaj Ahlus Sunnah
            Manhaj Ahlus Sunnah dibangun di atas 3 pondasi. Dan pondasi ini dinamakan dengan Ushul Ahlus Sunnah. Yaitu:
1.      Ayat-ayat Al-Qur’an yang muhkam (jelas) dan tidak memiliki penafsiran kecuali cuma satu makna.
2.      Hadist-hadist yang mutawatir dan banyak.
3.      Ijma’ Salaf Shalih.
            Maka siapa saja yang membangun manhajnya di atas tiga pondasi ini maka dia adalah Ahlus Sunnah yang benar manhajnya. dan orang  yang menyelisihi 3 pondasi ini maka dia keluar dari Ahlus Sunnah dan menjadi ahli bid’ah.
            Sedangkan orang yang menyelisihi orang lain bukan dalam 3 pondasi ini, tapi dia menyelisihi dalam masalah-masalah yang dibolehkan untuk saling bersilang pendapat, maka dia tidak boleh dikeluarkan dari Ahlus Sunnah atau dicap sebagai ahli bid’ah. Dia tidak lain merupakan saudara kita dari Ahlus Sunnah yang berbeda pendapat dalam masalah yang dibolehkan.
            Syaikhul Islam berkata, “Dahulu para ulama dari kalangan Sahabat, Tabi’in dan setelah mereka, jika berbeda pendapat maka mereka mengikuti Allah dalam firmanNya:  {Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rosul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian}.(An Nisa:59)]
            Maka mereka saling berdialog dan berdebat dengan perdebatan yang saling menasihati, bahkan terkadang mereka berbeda pendapat dalam masalah aqidah dan fiqih dengan tetap menjaga persatuan dan persaudaraan.
            Benar, orang yang menyelisihi Al Qur’an yang jelas, hadist yang mutawatir, atau ijma’ ulama salaf dengan penyelisihan yang tidak ada udzur baginya, maka orang ini disikapi seperti sikap kita terhadap Ahli Bid’ah.” (majmu’ fatawa:24/172)
            Dalam bab ini ada 2 poin masalah yang penting, yaitu:
1.      Tiga pondasi ini memiliki nama-nama dan penggunaan yang lain. Yang mana jika nama tersebut disebutkan secara mutlak maka yang dimaksudkan dengannya adalah 3 pondasi ini. Diantara nama-nama tersebut adalah:
1)      الأصول المعصومة   “pondasi yang ma’sum (terjaga dari kesalahan)
Syaikhul Islam berkata,”Agama kaum muslimin dibangun di atas Al Qur’an, Sunnah Rasulullah dan semua yang telah disepakati oleh umat. Tiga macam ini adalah pondasi yang ma’sum. (Majmu’ Fatawa: 20/164)
2)      الإسلام
Imam Abdul Humaid bin Badis berkata,”Islam adalah apa-apa yang ada di dalam Al Qur’an, Sunnah RasulNya, dan  yang telah dipraktekan oleh salafus sholeh kita dari 3 generasi yang sudah direkomendasikan akan kebaikan mereka lewat lisan Rasulullah Shalallohu alaihi wasallam.” (Atsar Imam Abdul Humaid bin Badis: 5/73)
3)      العلم النافع   “Ilmu yang Bermanfaat”
Ibnu Rojab berkata,”Ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu ini adalah menghafal nas-nas dari Al Qur’an dan Sunnah serta memahami makna keduanya dan pemahaman ini harus diikat dengan atsar (peninggalan) para Sahabat, Tabi’in, dan orang yang mengikuti mereka di dalam memahami makna Al Qur’an dan Hadist. (Fadlu ‘Ilmi Salaf: 45)
Imam syafi’i berkata dalam syairnya:
Semua ilmu selain Al Qur’an adalah menyibukkan
                            Kecuali Hadist dan Fiqh (pemahaman) dalam agama
       Ilmu adalah yang disebutkan di dalamnya “Hadastna” (telah mengkabar saya)
                        Selain itu maka ilmu adalah was-was dari syaiton”.                 Lihat (diwan imam asy-syafi’i: 106)

4)      دين الله  “Agama Allah dan rosulNya
Syaikhul Islam berkata,”Sesungguhnya agama Allah adalah apa-apa yang dengannya Allah mengutus Rasul-RasulNya, dan menurunkan kitab-kitabNya. Inilah jalan yang lurus. Dan inilah jalan para sahabat Rasulullah yang mereka adalah generasi terbaik, umat yang paling mulia dan makhluk yang paling utama bagi Allah setelah para nabi.
Allah berfirman: {orang- orang yang terdahulu lagi pertama masuk islam di antara orang-orang muhajirin dan anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah}.(At Taubah:100)]
 maka di ayat ini Allah meridhoi generasi pertama dengan keridhoan yang mutlaq. Dan Dia ridho terhadap orang-orang setelahnya ketika mereka mngikuti para sahabat dengan baik.” (Majmu’ Fatawa: 3/126)
Imam ahmad berkata dalam sya’irnya:
                 “Agama Nabi dalah berupa khobar (dari Al-Qur’an dan Sunah)
Binatang tunggangan terbaik bagi pemuda adalah atsar (peninggalan salaf)
                 Janganlah sekali-kali engkau mencela hadits dan pengikutnya
Karena akal seperti gelapnya malam dan hadits seperti terangnya siang
                 Dan terkadang seorang pemuda tidak mengetahui jalan hidayah
Tetapi matahari tetap bersinar terang benderang”. ( lihat jami’ bayanil ‘ilmi wa fadhlihi: 327)
5)      الصراط المستقيم “jalan yang lurus”
Ibnul Qayim berkata,”Dan tidak diragukan lagi bahwa segala sesuatu yang dijalankan oleh Rasulullah Shalallohu alaihi wasallam dan para sahabatnya baik secara ilmu ataupun amal, yaitu mengetahui kebenaran dan mendahulukannya di atas segala sesuatu, inilah Shirothol Mustaqim (jalan yang lurus).” (At Tanbihat As Saniyah: 42)
Para ulama ahli tafsir telah berselisih dalam menafsirkan Shirothol Mustaqim”.
a.       Ibnu Abbas dan lainnya berkata,” Shirothol Mustaqim adalah Islam”
b.      Ibnu Mas’ud berkata,”Itu adalah Al Qur’an”
c.       Mujahid berkata,”Itu adalah Al Haq (kebenaran)”
d.      Abul ‘Aliyah berkata,” itu adalah Nabi dan kedua sahabatnya yaitu Abu Bakr dan Umar.”
e.       Sebagian ulama berkata,”Itu adalah Sunnah dan Jama’ah”
Ibnu Katsir setelah menyebutkan perkatan ulama ini, beliau berkata: “Semua penafsiran ini adalah benar karena saling berkaitan, karena orang yang mengikuti Islam maka dia telah mengikuti Rasulullah dan kedua sahabatnya (Abu Bakar dan Umar bin Khotob). Dan siapa yang mengikuti kebenaran maka dia telah mengikuti Islam, dan siapa yang mengikuti Islam maka dia telah mengikuti Alqur’an, dan Alqur’an adalah kitab Allah dan jalan-Nya yang lurus, maka semua penafsiran ini adalah benar dan semuanya saling membenarkan.” (tafsir Alqur’an: 1/37)
2. Marilah kita sejenak kembali kepada surat Al-fatihah
Barang siapa membaca Alqur’an maka dia akan mendapatkan bahwa intisari Alqur’an adalah surat Al-fatihah. Maka dari itu surat Al-fatihah disebut sebagai ummul qur’an (induk AlQur’an). Dan Al-fatihah senantiasa dibaca berulang-ulang oleh seorang muslim dalam sholatnya minimal 17 kali sehari karena roka’at sholat tidak benar kecuali dengan membaca surat Al-fatihah.
Kenapa Allah Ta’ala menganjurkan kepada setiap muslim untuk mengulang-ulang bacaan surat Al-fatihah lebih banyak dari pada surat yang lain? Ini semuanya karena di surat Al-fatihah ada satu ayat yang merupakan rahasia tersembunyi dan intisari semua Alqur’an yang bisa mengantarkan kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ayat itu tidak lain adalah doa yang disebutkan :
 “Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang sesat.” (alfatihah: 6-7)
Jika kita renungkan ayat ini dengan akal yang jernih, maka kita akan mendapatkan faedah yang sangat besar dan rahasia yang sangat agung, yaitu bahwa ayat ini menunjukkan 3 pondasi Ahlussunnah (Alqur’an, Sunnah, dengan pemahaman para Sahabat). Inilah jalan lurus yang setiap muslim selalu berdoa kepada Allah agar dimudahkan dalam meniti di atas jalan ini. Segi pendalilan ayat ini sebagai berikut:
$tRÏ÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ
Penggalan Yang Pertama
Ini menyebutkan 2 pondasi, yaitu Alqur’an dan Sunnah. Allah telah menyebutkan di dalam Alqur’an bahwa perkara yang bisa memberi hidayah sebagai petunjuk kepada jalan yang lurus ada 2 :
1. Alqur’an

Allah berfirman : Mereka (kalangan jin Muslim) berkata: ‘Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Alqur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya lagi menunjukkan kepada kebenaran dan jalan yang lurus. (Al-Ahqof: 30)
2. Sunnah Rasulullah
Allah berfirman: Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy-Syura: 52)
Penggalan Yang kedua :
Ini menyebutkan tentang pemahaman para sahabat, karena merekalah generasi yang sudah mendapatkan rekomendasi akan kebaikan mereka.
Syeikh Abdul Malik Romadhoni berkata : “Firman Allah صراط اللذين أنعمت عليهم mencakup atas pemahaman salaf terhadap jalan ini, padahal tidak ada seorang pun yang meragukan bahwa setiap yang mengikuti Alqur’an dan Sunnah maka dia telah mendapatkan hidayah (petunjuk) untuk menuju jalan yang lurus. Tetapi ketika pemahaman manusia terhadap Alqur’an dan Sunnah ada yang benar dan ada juga yang salah. Maka kedua perkara ini membutuhkan rukun yang ketiga untuk menyudahi perselisihan ini. Rukun ini adalah bahwa pemahaman orang-orang belakangan harus dikembalikan kepada pemahaman ulama salaf mereka”. (Situ Duror: 65-66)
Ibnu Qoyim berkata: “Setiap orang yang lebih mengetahui akan kebenaran dan lebih mengikutinya, maka dia lebih layak untuk mendapat jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para Sahabat, mereka adalah orang yang lebih layak untuk mendapakan sifat ini… maka sebagian salaf menafsirkan “Shirathal Mustaqim” dengan Abu Bakar dan para Sahabat Rasulullah.” (Madarijus Shalikin : 1/72-73).

E. Penjelasan Ringkas tentang Pondasi yang Pertama (Alqur’an)
Alqur’an adalah wahyu yang Allah turunkan kepada Rasulullah, dan Alqur’an merupakan mukjizat terbesar yang Allah turunkan kepada para nabi.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda : “Tidak ada seorang nabi kecuali akan diberikan mukjizat yang sesuai dengan kaumnya supaya para manusia beriman kepada nabi tersebut. Dan mukjizat yang diberikan kepadaku adalah wahyu (Alqur’an) yang Allah wahyukan kepada saya, maka saya berharap dengan mukjizat ini saya menjadi nabi yang paling banyak pengikutnya besok di hari kiamat.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Ibnu Katsir berkata : “Maknanya bahwa mukjizat setiap nabi akan musnah dengan kematian nabi tersebut, sedangkan Alqur’an maka ini merupakan mukjizat yang tetap ada dan tidak akan musnah, yang mana keajaibannya tidak akan habis dan tidak akan kalah walaupun banyak yang membantahnya… karena tidak ada hujah (argumen) dan mukjizat yang lebih membekas dan berpengaruh pada akal dan jiwa selain Alqur’an, yang mana jika Alqur’an ini diturunkan kepada gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.” (tafsir Ibnu Katsir : 2/471; lihat juga surat Al-Hasyr: 21)
Maka Alqur’an adalah mukjizat yang sangat menakjubkan, sampai kalangan jin yang mendengarkan Alqur’an pun terheran dan kagum akan keajaibannya.


Allah berfirman: Katakanlah (hai Muhammad): “telah diwahyukan kepadaku bahwasannya sekumpulan jin telah mendengarkan (alqur’an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alqur’an yang menakjubkan, yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya, dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami.(Jin : 1-2)
Di dalam bab ini ada 2 poin penting, yaitu:
1. Diantara sifat-sifat Alqur’an:
a. Alqur’an adalah ruh dan cahaya bagi manusia, dan orang yang bertugas membawa cahaya ini adalah Rasulullah.
Allah berfirman: “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Alqur’an) dengan perintah kami, sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Alqur’an itu dan tidak pula mengetahui apakah keimanan itu, tetapi kami menjadikan Alqur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa yang kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu (wahai Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (AsySyura: 52)
Allah juga berfirman: “Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang-orang yang keadaannya  berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya.” (AlAn’am: 122)
Ibnu Abil ’izz berkata: ”Amma ba’du, ketika ilmu Ushuludin (pokok-pokok agama dan aqidah) merupakan ilmu yang paling mulia, karena kemuliaan suatu ilmu tergantung dengan kemuliaan yang dipelajari1. Dan kebutuhan manusia terhadapnya diatas semua kebutuhan, karena tidak ada kehidupan bagi hati, juga kenikmatan dan ketenangan baginya kecuali ketika hati itu mengenal Tuhannya dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatanNya.
Dan suatu hal yang mustahil jika akal dengan sendirinya mampu untuk mengetahuinya (Allah, nama, sifat dan perbuatanNya) secara rinci. Maka Allah dengan rahmatNya mengutus rasul-rasulNya untuk mengajarkan ilmu ini, mendakwahkannya, dan memberi kabar gembira bagi orang yang memenuhi dakwahnya serta memberikan peringatan bagi yang menyelisihinya. Dan Allah menjadikan kunci dakwah semua rasul dan intisari risalah mereka adalah mengetahui Allah dengan nama-nama, sifat dan perbuatanNya.
 1 Ibnul Qoyim menambahkan: “...Dan tidak diragukan lagi bahwa sesuatu yang dipelajari yang paling mulia, besar, dan agung adalah Allah ta’ala yang tidak ada sesembahan secara benar kecuali Dia, yang telah menegakkan langit dan bumi, Raja diraja, yang disifati dengan kesempurnaan, dan maha suci dari segala kekurangan dan penyerupaan. Maka tidak diragukan lagi bahwa mempelajari Allah, nama, sifat, dan perbuatanNya merupakan ilmu yang paling mulia dan agung…
Ilmu tentang Allah adalah pondasi segala ilmu, maka siapa yang mengetahui Allah pasti dia mengetahui yang lainnya. Dan barang siapa yang bodoh terhadap Allah, maka dia dengan selainNya lebih bodoh. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.” (Al-Hasyr: 19). Renungkanlah ayat ini maka engkau akan mendapatkan makna yang agung dan mulia, yaitu siapa saja yang lupa dan bodoh terhadap Tuhannya, maka Allah akan menjadikannya dia lupa dan bodoh terhadap dirinya sendiri, sehingga dia tidak mengetahui hakikat dirinya dan kemaslahatan baginya, bahkan dia akan lupa terhadap sebab kebaikan dan keselamatan dirinya di dunia dan akhirat. Maka dia akan menjadi hina dina ibarat sampah, bahkan kedudukannya seperti binatang, bahkan terkadang binatang lebih baik karena lebih mengetahui kemaslahatan baginya. Inti dari pembahasan ini, bahwa ilmu tentang Alloh adalah pondasi setiap ‘ilmu, dan ilmu ini merupakan pondasi ilmu manusia terhadap kebahagiaan, kesempurnaan dan kebaikannya di dunia & akhirat”. (Miftah darus Sa’adah : 1/86)
Maka orang yang paling mengetahui Allah adalah orang yang paling mengikuti jalan lurus sebagai jalan pengantar kepadaNya (yaitu syariat yang dibawa oleh Rasul). Maka dari itu Allah menamakan wahyu yang diturunkan kepada rasul sebagai ruh karena kehidupan yang sejati tegak diatasnya (wahyu), dan juga dinamakan sebagai cahaya karena hidayah tegak diatasnya.
Allah berfirman: Dialah Allah yang memberikan ruh (wahyu) kepada siapa yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. (Al-Mukmin: 15)
Allah juga berfirman dalam surat Asy-Syura: 52 - yang telah lalu-. Maka tidak ada ruh kecuali dengan apa-apa yang didatangkan oleh rasul, dan tidak ada cahaya kecuali dengan mengambil lentera darinya……
Dan allah tidak akan agama orang terdahulu maupun yang setelahnya kecuali jika agama tersebut sesuai dengan agamanya yang telah disyariatkan kepada para rosulnya.
dan generasi terbaik umat ini yaitu para sahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik senantiasa beragama sesuai petunjuk rosulullah, generasi pertama senantiasa menanamkan agama yang murni ini kepada generasi setelahnya, dan generasi setelahnya senantiasa mengikuti generasi sebelumnya. Semuanya senantiasa mengikuti nabi mereka dan berjalan diatas metodenya. Sebagaimana Allah berfirman : “ Katakanlah inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikuti mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik” (QS: Yusuf :108).
Dan rasulullah telah menjelaskan dengan penjelasan yang gamblang, demikian juga generasi terbaik umat ini berjalan sesuai dengan penjelasan beliau, kemudian setelah itu datanglah generasi yang senantiasa mengikuti hawa nafsunya dan membuat bid’ah-bid’ah sehingga membuat mereka berpecah belah, tetapi Allah tetap akan menegakkan bagi umat ini orang-orang yang senantiasa menjaga pondasi agama yang benar. Sebagaimana Rasullullah bersabda: “ akan senantiasa ada suatu kelompok dari umatku yang senantiasa tegak diatas kebenaran, tidak akan mencelakakan mereka orang-orang yang mencelanya………
Dan setiap berlalu suatu zaman akan semakin banyak muncul bid’ah-bid’ah (ajaran yang menyelisihi agama para nabi)……maka yang wajib bagi setiap orang untuk mengikuti jalannya para anbiya’ dan mengikuti apa yang Allah turunkan kepada mereka dari kitab-kitabNya dan sungguh Allah telah menjadikan Muhammad sebagai penutup para nabi, dan dijadikan kitabNya (Al-Qur,an) sebagai penutup kitab-kitabnya yang bertugas untuk menjaga kebenaran yang ada di kitab-kitab sebelumnya, dan Allah telah menurunkan kepada Rasulullah Al-Qur’an dan Al-Hikmah ( Sunah) dan dijadikan agamanya umum bagi kalangan Jin dan Manusia, demikian juga agama ini akan senantiasa ada sampai hari kiamat, maka tidak ada alasan apapun bagi seseorang dihadapan Allah (untuk tidak beragama dengan agama rasulullah), karena Allah telah menjelaskan segal sesuatu dengan perantara rasulullah, demikian juga Allah telah menyempurnakan agama baginya dan umatnya………….
Maka barangsiapa yang ingin mencari agama selain apa yang dibawa rasulullah (dengan membuat bid’ah-bid’ah) dan menganggap ini sebagai kebaikan maka dia telah salah, karena apa yang dibawa oleh rasul, sudah sempurna dan mencukupi yang didalamnya mengandung kebaikan dan kebenaran.” (Syarh Tohawiyah: 7-11)
b. Alqur’an adalah Obat Penawar dari Segala Penyakit
Allah berfirman: Dan Kami turunkan dari Alqur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-Isra: 82)
Ibnu Qoyim berkata ketika menafsirka ayat ini: “kata (من) dari ayat ini adalah untuk menjelaskan jenis (yaitu kami turun dari jenis Alqur’an) bukan untuk menjelaskan tab’idh (sebagian) dan bukan maknanya “Kami turunkan dari sebagian Alqur’an.” Karena Alqur’an semuanya adalah obat sebagaimana dijelaskan dalam ayat lain, yaitu ayat:
Katakanlah: Alqur’an adalah petunjuk dan penawar bagi orang yang beriman”. (fushilat: 44).
Maka alqur’an juga merupakan obat bagi hati dari penyakit kebodohan dan keraguan. Dan Allah tidaklah menurunkan obat dari langit yang lebih mencakup, bermanfaat, agung, dan berhasil untuk menghilangkan penyakit kecuali alqur’an.” (ad-da’ wa dawa’: 6)
Ibnu Abil ’izz berkata: memang al-qur’an merupakan hidayah dan obat yang bersifat umum mencakup semuanya, tetapi ketika yang paling banyak mengambil manfaat darinya adalah orang-orang mukmin maka mereka dikhususkan dalam penyebutannya di surat ini.” (Syarh Thohawiyah: 8)
Telah shohih hadits dari Abi Sa’id dia berkata: suatu ketika beberapa sahabat rasulullah melakukan perjalanan, maka berhentilah mereka dan beristirahatlah pada suatu kampung. Ketika mereka meminta untuk dijamu makanan maka penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu mereka. Maka tiba-tiba ketua suku kampung tersebut tersengat binatang berbisa. Kemudian penduduk kampung tersebut mendatangi kumpulan sahabat tersebut dan berkata: “Wahai sekelompok manusia, sesungguhnya kepala suku kami  disengat binatang berbisa, dan kami telah mencari semua obat tetapi tidak berhasil. Apakah kalian memiliki obat?”.  Maka  sebagian sahabat menjawab: “ya, saya punya. Sungguh saya akan meruqyahnya tetapi dengan syarat kalian menjamu kami dengan makanan, dan saya tidak mau meruqyah kecuali setelah kalian menetapkan upahnya.” Maka mereka berunding dan sepakat untuk memberikan beberapa ekor kambing sebagai upah. Setelah itu berangkatlah sahabat ini kepada kepala suku terus meniupkan di tempat yang sakit sambil membaca “alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin”. Maka langsung sembuhlah orang tersebut seperti orang yang baru lepas dari ikatan, kemudian orang yang sakit tersebut berjalan seperti tidak pernah ditimpa penyakit. Setelah sembuh, penduduk memberikan upah kepada para sahabat, kemudian para sahabat berkata: “mari kita bagi upah kita ini. Dan berkatalah orang yang meruqyah tadi: “Saya tidak akan membagi sampai kita datang kepada rasulullah dan menanyakannya. setelah sampai kepada  rasulullah dan dikabarkan kisah ini, maka  rasulullah bersabda: “Dari mana engkau mengetahui bahwa ini adalah ruqyah?!” kemudian bersabda: “Telah benar apa yang kalian lakukan. Bagilah kambing ini dan sisakan bagi saya bagiannya.” (HR. Bukhari Muslim)
Ibnu Qoyim berkata: “Jika seseorang baik dalam berobat dengan menggunakan al-qur’an, maka dia akan melihat pengaruh yang sangat menakjubkan dalam penyembuhan. Saya suatu ketika tinggal di Makkah dalam beberapa waktu dan saya diserang beberapa penyakit, dan saya tidak mendapatkan dokter dan obat. Maka saya obati diriku dengan Al-fatihah. Maka saya melihat pengaruh yang menakjubkan. Setelah itu saya sebutkan ini kepada setiap orang yang mengadukan penyakit dan kebanyakan mereka sembuh dengan cepat.” (Ad-Da’ wad Dawa’ : 8)
2. Alqur’an berbicara tentang kecanggihan teknologi dan pengetahuan
Wahai saudaraku, kita mengetahui bahwa Allah adalah Maha Mengetahui, Dia mengetahui apa yang sudah terjadi dan apa yang akan terjadi. Maka munculnya teknologi yang canggih dan ilmu pengetahuan yang spektakuler, ini semua tidak luput dari ilmu Allah. Oleh sebab itu Allah menurunkan al-qur’an sebagai mukjizat terbesar bagi rasulullah, yang mana setiap berjalan zaman Al-qur’an semakin membongkar rahasia-rahasia agung yang belum tersingkap sebelumnya oleh manusia. Dan semakin canggih manusia dalam teknologi sehingga mereka bisa menyingkap penemuan-penemuan baru, semakin itu pula penemuan tersebut mengantarkan manusia  akan kebenaran Alqur’an, sehingga manusia semakin   yakin bahwa Alqur’an benar-benar wahyu yang datang dari Allah.
Diantara sifat mulia Alqur’an adalah Allah mensifati sebagai penjelas terhadap segala sesuatu.
Allah berfirman: “dan Kami turunkan kepadamu Alqur’an untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang muslim.” (An-Nahl: 89)
Ibnu Hajar berkata: “dan mukjizat Al-qur’an akan terus menerus terbukti sampai hari kiamat, dan mukjizat ini akan membongkar rahasia diluar kebiasaan manusia baik di dalam susunan bahasanya ataupun di dalam pengabaran terhadap sesuatu yang ghoib. Maka tidaklah berjalan suatu masa kecuali akan semakin terbukti kabar yang disebutkan sehingga dengan sebab ini manfaat alqur’an bisa dirasakan oleh orang yang hadir ( ketika ayatnya diturunkan ) atau yang tidak hadir, demikian juga manfaatnya akan dirasakan oleh orang yang  menyaksikan langsung kejadian yang dikabarkan atau yang tidak melihat langsung.”  (Fathul Bari: 9/7)
Maka Alqur’an telah menyebutkan kabar-kabar yang sudah terjadi atau yang akan terjadi dimana kejadian itu akan diketahui setelah berjalan beberapa waktu.
Allah berfirman: “Alqur’an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Alqur’an setelah beberapa waktu lagi.” (Shod: 87-88)
Ibnu Jarir berkata: “Pendapat yang paling benar dalam menafsirkan ayat ini adalah Allah telah mengabarkan kepada orang-orang kafir dengan Alqur’an ini bahwa mereka akan melihat kenyataan kabar-kabarnya dalam beberapa waktu lagi dan tanpa ada batasan kapan terjadinya.” (tafsir Thobari: 23/121)
Allah juga berfirman: “untuk tiap-tiap khobar  (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahuinya.” (Al-An’am: 67)
Disini saya sebutkan 3 contoh dari kabar yang disebutkan Alqur’an dan baru bisa terbukti setelah berjalan beberap waktu.

-          Kemenangan bangsa Romawi atas Persia
Allah berfirman: “telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang.” (Ar-Rum:2-3)
Ibnu Katisr berkata: “Ayat ini diturunkan ketika raja Persia mengalahkan Romawi… yang mana orang-orang muslim senang jika Romawi menang karena mereka adalah ahli kitab, sedangkan orang-orang kufar Quraisy maka mereka suka jika Persia menang karena mereka adalah majusi penyembah api ( sama-sama orang musyrik ). Kemudian berita kalahnya Romawi sampai kepada Abu Bakar, lalu Abu Bakar memberitahukan berita ini kepada rasulullah, maka beliau bersabda: “sungguh mereka (orang romawi) akan menang lagi.” Kemudia Abu Bakar menyampaikan perkataan rasulullah kepada orang-orang kufar qurois sehingga terjadi kerebutan sampai akhiran mereka taruhan, dan mereka membuat batasan 5 tahun. Setelah berlangsung 5 tahun kabar ini belum terbukti, maka datanglah Abu Bakar kepada rasulullah untuk mengadukan masalah ini, maka rasulullah berkata : “kenapa engkau tidak menjadikan  batasannya 10 tahun,” kemudian setelah itu menanglah romawi atas Persia setelah 7 tahun diturunkan ayat ini.
-          Penemuan bahwa bulan dahulu bersinar seperti sinarnya matahari
Dahulu orang berkata bahwa rembulan adalah lawan matahari, dan rembulan tidak pernah bersinar. tetapi setelah maju teknologi manusia, ditemukan penelitian bahwa rembulan dahulunya bersinar seperti sinar matahari, karena masih tersisa bekas-bekas sinar tersebut. Padahal alqur’an dan para ulama Islam sudah berbicara sebelum ribuan tahun yang lalu.
 Allah berfirman: “ Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang.” (Al-Isro:12)
Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini berkata: “dahulu rembulan bersinar seperti sinarnya matahari, dan rembulan sebagai tanda bagi malam dan matahari sebagai tanda bagi siang.”
Asy-Syaukani berkata: “Yaitu kita hapuskan cahayanya, yang mana dahulu rembulan seperti matahari di dalam sinar dan terang. Dan dikatakan bahwa termasuk tanda dihapuskan sinarnya adalah bintik hitam yang terlihat di rembulan. (lihat tafsir beliau fathul qodir terhadap ayat ini)
-          Binatang semut mendengar dan berbicara diantara mereka.
Setelah berkembangnya teknologi yang mutakhir dan munculnya alat-alat yang bisa meneliti secara canggih tentang serangga-serangga kecil, maka terbongkar suatu penelitian bahwa semut memiliki alat-alat pendengaran dan pembicaraan yang bisa digunakan untuk saling berkomunikasi diantara mereka. dan Alhamdulillah Alqur’an pada ribuan tahun yang lalu sudah mengabarkan hakikat ini.
Allah Berfirman: “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya sedangkan mereka tidak menyadari.” (An-Naml: 18)
F. Penjelasan Ringkas Pondasi yang Kedua
Diantara rahmat Allah kepada hambaNya Dia telah mengutus seorang rasul kepada mereka untuk mengajarkan segala kebaikan dan memperingatkan dari segala kejelekan, sehingga manusia bisa berjalan menuju Tuhan mereka, yang mana dengan kembalinya manusia kepada penciptanya mereka bisa menggapai kebahagiaan yang hakiki hakiki baik di dunia maupun di akhirat. Maka pengutusan rasul merupakan nikmat Allah yang paling besar kepada manusia.
Allah berfirman: “Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah megutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah (sunah). Dan sesungguhnya sebelum kedatangan nabi itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Ali-Imran: 164)
Syeikh abdurrahaman bin nasir As-Sa’di berkata ketika menafsirkan ayat ini: “Nikmat yang Allah anugrahkan kepada hamba-hambaNya ini  merupakan nikmat yang paling besar bahkan ini merupakan pondasi segala nikmat, yaitu nikmat diutusnya rasul ini yang dengan perantaranya Allah menjaga mereka dari kesesatan dan meyelamatkan mereka dari kebinasaan.” (Lihat tafsir As-Sa’di terhadap ayat ini)
Maka rasulullah telah melaksanakan tugas ini dengan baik, dan semua risalah telah disampaikan kepada umatnya sehingga tidak tersisa lagi dari kebaikan dan kejelekan yang belum disampaikan. Maka ketika rasulullah meninggal dunia tidak ada suatu kebaikan kecuali sudah diperintahkannya, dan tidak ada kejelekan kecuali sudah beliau peringatkan.
Rasulullah bersabda: “Tidaklah saya tinggalkan satupun yang mendekatkan kepada Alah kecuali telah saya perintahkan kalian kepadanya.” (HR. Abdur Rozak di dalam mushonnaf (11/125), dan Baihaqi dalam ma’rifatus Sunan lil Atsar (1/20) dengan sanad shohih).
Maka jadilah agama Islam ini menjadi agama paripurna yang sempurna.
 Allah berfirman: “pada hari telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamua nikmatKu, dan telah Aku ridoi islam itu jadi agama bagimu.” (Al-maidah: 3)
                  Ibnu katsir berkata: “ini adalah nikmat Allah yang paling besar kepada umat ini, yaitu ketika Allah menyempurnakan agama mereka sehingga mereka tidak butuh kepada agama selainnya dan kepada nabi selain nabi mereka. Maka Allah menjadikan nabi Muhammad sebagai penutup para nabi yang diutus kepada semua jin dan manusia, yang mana tidak ada kehalalan kecuali yang sudah dihalalkannya, dan tidak ada keharaman kecuali apa yang telah diharamkannya.” (tafsir Ibnu Katsir: 2/19)
Ibnu Malik berkata: “Barang siapa yang mengada-adakan ajaran baru (yang tidak ada dalilnya) di dalam Islam, kemudian dia menganggapnya baik maka sungguh dia telah menuduh bahwa rasulullah penghianat risalah ini, karena Allah berfirman:{ Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu } (Al-Maidah:3).  maka apa saja yang pada hari itu (ditrunkan  ayat ini) bukan termasuk agama, maka pada hari ini pun bukan termasuk agama.” (Al ‘I’tishom: 1/49)
-Kenapa kita harus kembali kepada rasulullah dalam memahami al-qur’an?
Ini ada beberapa sebab diantaranya:
1.      Karena sunnah beliau adalah wahyu yang maksum dan pasti akan dijaga oleh Allah sampai hari kiamat.
Allah berfirman: “Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (An-Najm:34)
Dari Abi Rofi’ rasulullah bersabda: “Ketahuilah bahwa saya telah diberikan al-qur’an dan yang serupa dengannya (sunnah).” (HR. Ahmad, Abu Daud dan lain-lain. Dishohihkan oleh Syeikh Albani)
Dari Abdillah bin Amr berkata: “Saya dahulu menulis segala yang saya dengar dari rasulullah karena saya ingin menghafalnya, maka orang Quraisy melarangku darinya, mereka berkata: “ kenapa engkau tulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Muhammad, padahal dia adalah manusia biasa yang terkadang berbicara dalam keadaan marah atau senang!!” Maka setelah itu, saya berhenti menulis. Kemudian saya sebutkan masalah ini kepada Rasulullah, maka beliau mengisyaratkan dengan jarinya ke mulutnya dan bersabda: “Tulislah, demi Zat yang jiwaku berada dalam genggamanNya, tidak keluar dari mulut ini kecuali kebenaran” (HR.Ahmad [6763] dan Darimi [482] dengan sanad yang hasan).
Dan Allah sudah berjanji untuk menjaga Al Quran dan As Sunnah, Allah berfirman:
 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkanAdz-dzikr ( Al Quran), dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya” (Al-Hijr :9)
Dan Dzikr ini mencakup Al Quran dan Sunnah. Syaikh Albani telah menbuat bab “Sunnah temasuk Dzikr yang dijaga sampai hari kiamat” kemudian beliau menyebutkan nukilan dari ibnu Hazm, Ibnul Qoyim dan Ibnul Wazir. ( lihat nukilan mereka dalam Al Hadits Hujah binafsih : 18-24 karya syekh albani)
Maka tidaklah ada orang yang membuat hadits palsu kecuali akan terbongkar, berbeda dengan umat-umat sebelum umat rosulullah yang mana mereka tidak memiliki silsilah tali rantai para periwayat ucapan nabi-nabi mereka. Maka ilmu hadits dan ilmu sanad merupakan nikmat besar yang allah  karuniakan khusus bagi umat islam ini.
Syaikhul Islam berkata “ Dan ilmu isnad (tali rantai para perowi) dan ilmu riwayat merupakan kekhususan yang Allah Khususkan bagi umat Islam, dan Allah menjadikan ilmu ini sebagai tangga untuk memahami makna yang dikandung. Sedangkan ahli kitab, mereka tidak memiliki sanad yang bisa menyambungkan perkataan mereka, demikian juga orang-orang ahli bid’ah dan pengibar kesesatan dari umat ini. Isnad adalah nikmat besar bagi ahli sunnah yang dengannya mereka bisa membedakan antara yang shohih dan dhoif. Inilah penyebab dijaganya agama dari tipu daya orang-orang sesat” (Majmu’ Fatawa : 1/9-10).
2.   Al Quran dan Sunnah merupakan benteng dari kesesatan, kekufuran dan kebinasaan.
Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. [Ali-Imron 100-101]
Rosulullah bersabda “Ketahuilah wahai manusia sesungguhnya saya meninggalkan buat kalian dua perkara, yang mana  jika kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan sesat yaitu Al Quran dan Sunnahku (HR hakim 318 dihasankan oleh Syaikh Albani dalam As shohihah 4/361).
Berkata Abu Bakar : “saya tidak akan meninggalkan sesuatu yang dilakukan oleh Rosulullah karena saya takut jika saya meninggalkan satu perkara saja dari perintahnya saya akan sesat” ( HR Bukhori 3093 dan Muslim 1759).
Malik bin Anas Berkata : “Sunnah seperti perahunya Nabi Nuh, barang siapa menaikinya maka dia akan selamat dan barang siapa ketinggalan (tidak menaikinya) maka dia akan tenggelam” (Dikeluarkan Oleh Al Harowi dalam Dzamul kalam 5/86).
Al Zuhri berkata ; “dahulu ulama kita senantiasa berkata bertegang teguh kepada sunah merupakan keselamatan”. (Majmu’ Fatawa 22/306 syeikul islam)
Syaikhul Islam berkata : sebab munculnya bid’ah setiap umat adalah tersembunyinya sunnah-sunnah para rosul, hal ini menyebabkan nereka berada pada kebinasaan. maka dari itu para ulama berkata berpegang teguh dengan sunnah merupakan keselamatan ( Majmu’ Fatawa 4/137).
2.                  Sunnah merupakan penyebab kemenangan dan kejayaan, sedangkan menyelisihinya merupakan penyebab kebinasaan umat.
Allah berfirman:
Dan Sesungguhnya Telah tetap janji kami kepada hamba-hamba kami yang menjadi rasul.(yaitu) Sesungguhnya mereka Itulah yang pasti mendapat pertolongan.
 Dan Sesungguhnya tentara Kami. Itulah yang pasti menang. ( ash-shofat:171-173)

  yang dimaksud dengan tentara Kami disini ialah Rasul beserta pengikut-pengikutnya.
Allah berfirman
 “Sesungguhnya orang-orang yang menetang Allah dan RasulNya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.  Allah Telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(al-mujadalah:20-21)

Rosulullah bersabda : “saya diutus dengan pedang pada zaman terakhir yang sudah dekat dengan  hari kiamat. Dan dijadikan rizqiku dibawah naungan tombaku. Dan dijadikan kehinaan bagi orang yang menyelisihi perintahku. Dan barang siapa meniru suatu kaum maka dia termasuk golongannya”. (HR Abu Daud dan disohihkan Albani dalam silsilah hadis As Shohihah 2831)
Abu Hurairoh berkata : “Demi Allah yang tidak ada sesembahan dengan benar kecuali Dia saja, seandainya Abu Bakar tidak menjadi kholifah niscaya Allah tidak akan disembah lagi. Kemudian diulangi dua sampai tiga kali. Kemudian ditanya kepada beliau:  kenapa wahai Abu Hurairoh? Kemudian Abu Hurairoh berkata : sesungguhnya Rosulullah mengirim Usamah bin Zaid sebagai pemimpin pasukan yang berjumlah 700 orang untuk perang ke syam, ketika rombongan pasukan tersebut sampai di tempat Dzit Thuwa Rosulullah wafat, dan orang-orang arab disekeliling madinah murtad. Maka para sahabat berkumpul untuk rapat lalu mereka berkata pada Abu Bakar: wahai Abu Bakar tarik kembali pasukan Usamah bin Zaid ini ke Madinah, mengapa engkau tetap mengirim mereka ke Romawi padahal orang-orang badui di sekitar Madinah Murtad. Maka Abu Bakar menjawab : Demi Dzat yang tidak berhak disembah kecualiNya, jika seandainya ada anjing-anjing yang mencakar kaki istri-istri Rosulullah, maka niscaya tidak mungkin aku kembalikan pasukan yang telah dikirim oleh Rasulullah, dan tidak mungkin aku lepaskan bendera yang telah dikibarkan Rasulullah. Maka Abu Bakar tetap mengirim usamah bin  Zaid dan pasukannya. Dan pasukan ini tidak melewati sebuah kobilah/suku yang ingin murtad, kecuali suku ini berkata : “Kalau seandainya kaum muslimin di madinah tidak memiliki kekuatan, niscaya tidak mungkin keluar pasukan sebesar ini dari madinah, tetapi mungkin mereka masih membiarkan kita supaya mereka bisa bertempur dengan negera romawi dulu”. Maka bertempurlah pasukan tersebut dengan pasukan romawi. Dan pasukan kaum muslimin menang dan membunuh orang-orang romawi, sehingga mereka pulang dalam keadaan selamat, dan suku-suku yang ingin murtad takut sehingga tetap dalam keislaman mereka”. (Al-awasim hal.63 ; Ibnu Wazir).
Syaikhul islam berkata :“Telah mengabarkan kepada kita beberapa orang muslim yang adil dan memiliki pengalaman dalam berperang yang mana mereka ikut langsung mengepung benteng-benteng orang kufar di sekitar Syam, bahwa suatu ketika kaum muslimin mengepung Bani Asfar (Romawi), kemudian mereka bercerita bahwa kita dahulu pernah mengepung suatu benteng atau kota selama satu bulan atau lebih akan tetapi benteng mareka tidak bisa ditembus sampai kita sudah mulai putus asa. Tiba-tiba sebagian penduduk benteng tersebut mencela dan menghina Rasululloh, maka kita dimudahkan dan disegerakan dalam menaklukannya, dan tidak berselang waktu selama satu atau dua hari kecuali kita sudah menaklukannya” (As Shorimul maslul :117)
6. Penjelasan ringkas tentang pemahaman Salafus sholih.
Jika kita bertanya kepada setiap muslim: Apa Pondasi anda dalam beragama?, maka semua pasti menjawab “Al-Quran & sunnah”. Namun mengapa kita mendapati perpecahan yang hebat dalam barisan orang-orang yang berpegang teguh dengan al-Quran dan Assunnah?. Ini tidak lain disebabkan karena perbedaan dalam memahami keduanya. Apakah Alquran dan Sunnah hanya cukup dipahami dengan akal setiap orang.! atau dengan hawa nafsu.! Atau dengan adat kebiasaan.! Atau hanya dengan pendapat guru-guru, kyai-kyai dan ustadz-ustadz?
Perlu kita ketahui bahwa Rasululloh telah mengabarkan perpecahan ini dan beliau telah memberikan solusi dan jalan yang benar dalam menghadapi permasalahan ini. Matode  yang benar adalah memahami Alquran dan sunnah dengan pemahaman para Sahabat.
Dari Abi Amr Abdulloh bin Luhai berkata “ Kita telah melakukan haji bersama Muawiyah bin Abi Sufyan. Ketika kita sampai di mekah, Muawiyah berdiri setelah shalat dzuhur dan berkata: sesungguhnya Rasululloh bersabda –“ Sesungguhnya Ahli kitab (Yahudi dan Nashoro) telah pecah belah menjadi 72 golongan dan umat (islam) ini akan pecah belang menjadi 73 golongan, dan semua di neraka kecuali satu golongan yaitu Al-Jama’ah, dan akan muncul dari umatku orang-orang yang dijangkiti bid’ah sebagaimana penyakit rabies menjangkiti pasiennya, yang mana jika rabies menjangkiti, maka dia (rabies) tidak akan meninggalkan urat nadi atau persendian kecuali akan dijangkitinya )”. Wahai orang arab, kalau seandainya kalian tidak menjalankan apa yang dibawa oleh Rasululloh, niscaya orang selain kalian lebih mungkin lagi untuk tidak mengamalkan sunnahnya“ (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh Salim dalam Basho’ir Dzawil Abshor :93)
Di dalam riwayat yang lain Rasulullah bersabda, "Semuanya di neraka kecuali satu kelompok”. Para sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai rasulullah?” Beliau bersabda, “Orang – orang yang mengamalkan apa dan sahabatku lakukan”. (HR Tirmidzi dengan sanad yang hasan)
 Mereka (salafus sholeh) adalah generasi terbaik umat ini yang telah Allah puji dan sebutkan sifat – sifat mulia mereka dalam Taurat, Injil, dan Al-quran. Allah berfirman:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang – orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang – orang kafir tetapi berkasih saying sesama mereka, kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya, tanda – tanda mereka tampak pada muka mereka dan bekas sujud, demikianlah sifat – sifat mereka dalam Taurat dan sifat – sifat mereka dalam Injil yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadi tanaman kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman – tanaman itu menyenangkan hati penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati – hati orang kafir dengan kekuatan orang mukmin. Allah menjanjikan kepada orang – orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh diantara mereka ampunan dan pahala yang besar” (Al-Fath: 29).
Allah berfirman: “Orang – orang yang terdahulu lagi yang pertama – tama masuk islam diantara orang – orang Muhajirin dan Ansar dan orang – orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha dengan mereka dan mereka pun ridha dengan Allah. Dan allah menyediakan bagi mereka surga – surga yang mengalir dibawahnya sungai – sungai. Mereka kekal di dalamnya selama – lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (At-Taubah: 100)
Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, Rasulullah bersabda:Sebaik – baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya(Muttafaqun alaih).
Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata, “Kita pernah shalat maghrib bersama Rasulullah, kemudian kita berkata kalau seandainya kita duduk di masjid menunggu sampai shalat isya bersama beliau. Kemudian kita duduk. Tiba – tiba Rasulullah keluar kepada kita dan bertanya, “Kalian masih di sini?” Kita menjawab, “Wahai rasulullah setelah kita shalat maghrib bersama baginda kita bilang, “Kalau seandainya kita duduk sampai kiat mengerjakan shalat isya bersama baginda”, maka beliau bersabda, “Sungguh baik dan benar apa yang kalian kerjakan”. Kemudian beliau mengangkat kepalanya ke atas langit kemudian bersabda:, “Bintang adalah penjaga bagi langit, jika bintang pergi maka takdir Allah terhadap langit akan dating. Dan saya adalah penjaga bagi sahabatku,  jika aku pergi akan datang pada sahabatku apa- apa yang sudah ditakdirkan. Dan sahabatku adalah penjaga bagi umatku,  jika sahabatku pergi maka akan datang pada umatku apa-apa yang sudah ditakdirkan”. (HR Muslim 2531)

Ditulis oleh penuntut ilmu yang haus akan rahmat dan ampunanNya
ust. Abul Abbas Thobroni
ابو العباس طبراني




Komentar