dulunya JIL sekarang JIN
(Jaringan Islam Nusantara)
Oleh: Ustadz Abul
Abbas Thobroni Hafizhahullah
Kondisi akhir zaman memang akan banyak
fitnah yang bermunculan, dan fitnah yang muncul ini terselimuti dengan kabut
sehingga membuat samar di pandangan manusia yang menontonnya. Fitnah - fitnah
ini semakin mengakar dengan kokohnya di masyarakat karena yang menjadikannya
tenar dan mengusungnya bukan orang awan yang dangkal pendidikannya, akan tetapi
yang memasarkan fitnah tersebut adalah para Intelektual, Cendekiawan, dan Ulama
yang memiliki segudang gelar mulai dari Profesor, Doktor, dan sebagaimana.
Kondisi akhir zaman seperti ini sudah
digambarkan oleh Nabi kita dalam dialog beliau bersama Hudzaifah Ibnul Yaman. Coba kita
perhatikan dialog ini;
Hudzaifah mengatakan: “Wahai
Rasulullah, dahulu kami berada pada masa jahiliah dan kejelekan, lalu Allah
mendatangkan kebaikan yang sedang kita rasakan sekarang ini, apakah setelah ini
akan ada kejelekan?”
Nabi menjawab: “lya”.
Hudzaifah bertanya lagi: “Apakah
setelah itu akan ada kebaikan lagi?”
Nabi menjawab: “Benar, namun di
dalamnya ada kabut yang menyelimutinya”.
Kata Hudzaifah: “Apa kabut yang
mengotorinya?”
Nabi menjawab: “Suatu kaum yang
berpegang bukan kepada sunnah dan petunjukku, kalian mengenali mereka dan
mengingkari mereka”.
Hudzaifah melanjutkan pertanyaannya:
“Apakah setelah itu akan ada kejelekan lagi?”.
Nabi menjawab: “Benar,—merekalah—para
da’i yang menyeru di ambang pintu Neraka, siapa saja yang menyambut seruannya
akan digelincirkan ke dalam Neraka.”
Hudzaifah melanjutkan: “Wahai
Rasulullah, sebutkan ciri-ciri da’i tersebut.”
Nabi menjawab: “Mereka masih satu
kulit dengan kita, dan berbicara dengan lisan-lisan kita.”
Hudzaifah melanjutkan: “Lalu apa yang
Rasul perintahkan kepada kami tatkala kami menjumpai zaman tersebut?”.
Nabi menjawab: “Tetaplah berpegang
pada jama’ah kaum muslimin dan imam mereka.”
Kata Hudzaifah: “Aku katakan,
‘Seandainya pada waktu itu kami tidak memiliki jama’ah maupun imam?”
Nabi menjawab: “Tinggalkanlah semua kelompok-kelompok sesat tersebut, meskipun engkau
harus menggigit akar pohon hingga kematian menjemputmu dan engkau tetap berada
pada prinsip tersebut.” (HR. al-Bukhari: 3411, Muslim:
1847)
Diantara fitnah yang lagi hangat di
bumi pertiwi adalah istilah ‘Islam Nusantara’ yaitu Islam yang sangat
menjunjung adat istiadat yang berjalan di negeri Indonesia, sedangkan Islam di
luar negeri dinamakan dengan istilah ‘Islam Timur Tengah’ yang terkesan
keras, teroris, pembunuhan, peperangan, dan konotasi jelek lainnya.
Dan rupaya penggagas Islam
Nusantara di Indonesia adalah JIL (Jaringan Islam Liberal) yang sudah tidak
laku menjual paham Liberalnya di hadapan kaum Muslimin, akhirnya mereka mencari
istilah baru supaya lebih bisa masuk ke tatanan kaum Muslimin sehingga
terpilihlah nama Islam Nusantara, kemudian jaringan mereka berubah
haluan dengan nama JIN (Jaringan Islam Nusantara).
Hakikat Islam Nusantara sebagaimana dikatakan oleh penggagasnya yaitu Prof. Dr.
Azumardi Azra, MA :
“Islam Nusantara adalah Islam distingtif (Islam yang unik) sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi,
indigenisasi (disesuaikan dengan keadaan pribumi) dan vernakularisasi (disesuaikan
dengan kondisi daerah) Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama
di Indonesia”.
Inti dari ucapan profesor ini bahwa istilah Islam Nusantara
yang mereka inginkan adalah Islam yang sudah dipadukan, dimodifikasi, dan
dicocokkan dengan adat istiadat setempat sehingga menjadi Islam yang rahmatan lil
alamin, welas asih, kasih sayang, toleransi, serta anti radikal dan terorisme
menurut klaim mereka. Oleh
karena itu agama Islam bagi mereka harus tunduk kepada adat Indonesia, jika ada syariat Islam yang bertabrakan dengan adat maka
harus dibuang karena itu adalah Islam Timur Tengah. Tujuan mereka adalah
menusantarakan Islam, tidak seperti dakwahnya Walisongo yang berusaha mengislamkan
Nusantara.
Oleh sebab itu bacaan al-Qur’an dengan langgam Jawa yang sempat
heboh merupakan upaya untuk meleburkan adat Jawa ke konteks ibadah. Dan kita
juga pernah dihebohkan dengan sholat hanya 3 kali sehari semalam yang dilakukan
oleh sebagian etnis Sasak, dan sholat dengan bahasa Jawa yang pernah dilakukan
di Pondok i’tikaf Ngadi Lelaku Malang.
Ini adalah bentuk kebatilan yang dibungkus dengan keindahan bahasa
dan kebaikan misi, akan tetapi dibalik itu ada tujuan terselubung yaitu
menjauhkan kaum Muslimin dengan agama mereka. Dakwahan mereka persis dengan apa
yang Allah sifatkan: “Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya
dari situ ada siksa”. (QS. al-Hadid:14)
Allah telah menyebutkan bahwa musuh-musuh para Nabi adalah para Da’i kebatilan yang mengkemas
dakwahan mereka dengan ucapan-ucapan yang indah. Allah berfirman: “Demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap Nabi, yaitu setan-setan
(dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, mereka saling membisikkan kepada yang
lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).”
(QS. al-An’am: 112)
Maka kami ucapkan kepada mereka sebagaimana Allah berfirman: “Mereka
sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang
mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak
mengatakan (sesuatu) kecuali dusta”.(QS. al-Kahfi:
5)
Propaganda yang mereka inginkan hanyalah supaya agama Islam padam
di bumi pertiwi ini, akan tetapi Allah berfirman: “Mereka ingin memadamkan
cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru)
menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya".
(QS. as-Shoff: 8)
Kami katakan kepada para penyeru Islam nusantara: ‘Apakah anda
tidak mengatahui atau pura-pura tidak mengetahui bahwa agama Islam hanya ada
satu, yaitu agama yang dibawa oleh Rasulullah. Allah telah mengutus Rasulullah
untuk semua manusia dengan keanekaragaman
ras, suku, dan Negara mereka.
Allah berfirman: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (Saba’:28)
Oleh sebab itu siapa yang sampai kepadanya syariat Rasulullah
kemudian ia berpaling darinya karena lebih memilih adat, pendapat akal, dll maka
pasti ia akan dijebloskan ke neraka jahanam. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
“Tidaklah seseorang mendengar aku diutus sebagai Nabi baik ia orang Yahudi atau
Nasrani kemudian ia meninggal dan tidak beriman dengan apa yang aku bawa pasti
ia kekal dalam api neraka” (HR. Muslim)
Apakah para pengusung Islam Nusantara
ini juga lupa bahwa agama Islam adalah agama yang paripurna dan sempurna
sehingga Islam cocok untuk setiap zaman dan setiap tempat, Islam tidak
membutuhkan tambahan dan modifikasi.
Allah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu Jadi agama bagimu”. (QS. al-Ma’idah: 3)
Agama Islam diturunkan Allah sebagai rahmat untuk semua makhluq,
syariat beliau pun sangat mudah karena memang misi Beliau adalah mengangkat beban
dan belenggu, sebagaimana Allah berfirman: “(yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul,
Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil
yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
(QS. al-A’raf: 157)
Oleh sebab itu sangat ironi ketika ada seorang Muslim yang mengaku
pengikut Nabi Muhammad akan tetapi ia menganggap bahwa Islam adalah agama yang
keras dan radikal, sehingga Islam harus dimodifikasi dengan kultur Nusantara
yang lembut sehingga Islam bisa menjadi Agama yang rahmat.
Padahal orang muslim yang sejati
adalah yang tunduk dengan perintah Allah dan Rasul-Nya serta tidak membenturkannya
dengan pendapat akal, adat istiadat, perasan, dan wangsit mimpi.
Allah berfirman:
“dan tidaklah patut bagi laki-laki
yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mukmin, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya
Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. al-Ahzab: 36)
Dan perlu kita ingat bahwa Islam
sangat menjaga adat istiadat selama adat tersebut tidak bertabrakan dengan Agama.
Ada satu kaidah dalam
ilmu fiqh, ( العادة محكَّمة ) “Adat bisa dijadikan
acuan hukum”.
Kaidah ini menjelaskan bahwa adat
dan tradisi masyarakat dalam pandangan syariat bisa menjadi penentu untuk
hukum-hukum terkait muamalah sesama manusia, selama di sana tidak ada dalil
tegas yang bertentangan dengan adat tersebut.
Semoga kita dijaga oleh Allah dari semua fitnah yang nampak maupun
tersembunyi.
Komentar
Posting Komentar